Minggu, 14 Agustus 2011

Makalah Pengantar Ekonomi Pembangunan



PENGEMBANGAN EKONOMI DIINDONESIA
DALAM RANGKA EKONOMI
GLOBAL





Disusun OLeh:
Kelompok II
Nama :1. Masrijal : 00901163
2. Mimi yanti : 0090
3. Munawar Hadi : 0090
4. Misrawati : 0090
5. Mukhtar : 0090
6. Muraki : 0090

Dosen Pembimbing :


SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN INDONESIA
(STIMI)
MEULABOH
TAHUN 2011/2012


















KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. karena berkat  rahmat-Nya  penulis  dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “PENGEMBANGAN EKONOMI DI INDONESIA DALAM RANGKA EKONOMI GLOBAL”.Dalam menyusun makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis inginmenyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam kepada:
1. Dosen Mata kuliah Pengantar Ekonomi Pembangunan Bapak Suwarno yangtelah memberikan bimbingan ilmu kepada kami selama 1 semester ini.
2.Teman-teman kelas Akuntansi C yang telah mendukung pembuatan makalah ini.
3. Rekan-rekan semua yang lainnya yang juga ikut membantu.
4. Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Tingkat 2.Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapatkekurangan, maka saran dari berbagai pihak, penulis harapkan untuk memperbaikidan melengkapi makalah ini.Harapan penulis semoga hasil penelitian dan analisa ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususya dibidang ilmu akuntansi dan bisnis.Semoga segala kebaikan dari pihak-pihak yang telah membantu penulis dalampenyusunan makalah ini kiranya mendapatkan limpahan rahmat dan karunia dariAllah SWT.


Cirebon, Januari 2011
Penulis























DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................... 1

BAB II PENJELASAN.................................................................... 2
A.   Strategi dalam Menghadapi Ekonomi Global........................... 2
B. Sumber Daya manusia (SDM)..................................................... 4
C. Globalisasi dan Indonesia 2030................................................... 11

1. Lompatan besar..................................................................... 12
2. Inovasi..................................................................................... 14
3. Pragmatisme........................................................................... 16

D. Dampak Globalisasi Ekonomi Dan Pengaruh Globalisasi
Negatif & Positif Bagi Indonesia................................................. 18
a.     Dampak Negatif
b.    Dampak Positif 

BAB III KESIMPULAN................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 22


















BAB I
PENDAHULUAN

SEJAK awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besarterhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalamalinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yangdilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upayapengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukanbertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian,masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan (Hamonangan Ritonga, 2004).
Pada umumnya, partai-partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 juga mencantumkan program pengentasan kemiskinan sebagai program utama dalam platform mereka. Pada masa Orde Baru, walaupun mengalami pertumbuhan ekonomicukup tinggi, yaitu rata-rata sebesar 7,5 persen selama tahun 1970-1996, penduduk miskin di Indonesia tetap tinggi.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin diIndonesia tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak belakang dengan pandangan banyak ekonomi yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi penduduk miskin.
Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada pemerintahanreformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahantahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentasependuduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4persen, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang.Bahkan, berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional(BKKBN) pada tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dansejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlahkeluarga di Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-programpenanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalahkemiskinan di Indonesia.















BAB II
PENJELASANYA.

A.         Strategi dalam Menghadapi Ekonomi Global
Berkaitan dengan penerapan otonomi daerah sejak tahun 2001, data daninformasi kemiskinan yang ada sekarang perlu dicermati lebih lanjut, terutamaterhadap manfaatnya untuk perencanaan local (Hamonangan Ritonga, 2004). Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satudimensi saja (pendekatan ekonomi),  tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap  dan  menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal.
Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukanuntuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta  pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, baik di tingkat  nasional, tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat komunitas. Masalah utama yang muncul sehubungan dengan data mikro sekarang ini adalah, selain data tersebut belum tentu relevan untuk kondisi daerah atau komunitas, data tersebut juga hanya dapat digunakan sebagai indikator dampak dan belum mencakup  indikator-indikator yang dapat menjelaskan akar penyebab kemiskinan disuatu daerah atau  komunitas.
Dalam proses pengambilan keputusan diperlukan adanya indikator-indikatoryang realistis yang dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan dan programyang perlu dilaksanakan untuk penanggulangan kemiskinan. Indikator tersebut harussensitif terhadap fenomena-fenomena kemiskinan atau kesejahteraan individu,keluarga, unit-unit sosial yang lebih besar, dan wilayah.Kajian secara ilmiah terhadap berbagai fenomena yang berkaitan dengankemiskinan, seperti faktor penyebab proses terjadinya kemiskinan atau pemiskinandan indikator-indikator dalam pemahaman gejala kemiskinan serta akibat-akibat darikemiskinan itu sendiri, perlu dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kotadengan dibantu para peneliti perlu mengembangkan sendiri sistem pemantauankemiskinan di daerahnya, khususnya dalam era otonomi daerah sekarang.
Para peneliti tersebut tidak hanya dibatasi pada disiplin ilmu ekonomi, tetapi juga disiplinilmu sosiologi, ilmu antropologi, dan lainnya.Ukuran-ukuran kemiskinan yang dirancang di pusat belum sepenuhnyamemadai dalam upaya pengentasan kemiskinan secara operasional di daerah.Sebaliknya, informasi-informasi yang dihasilkan dari pusat tersebut dapatmenjadikan kebijakan salah arah karena data tersebut tidak dapatmengidentifikasikan kemiskinan sebenarnya yang terjadi di tingkat daerah yang lebihkecil. Oleh karena itu, di samping data kemiskinan makro yang diperlukan dalamsistem statistik nasional, perlu juga diperoleh data kemiskinan (mikro) yang spesifik daerah.
Namun, sistem statistik yang dikumpulkan secara lokal tersebut perludiintegrasikan dengan sistem statistik nasional sehingga keterbandinganantarwilayah, khususnya keterbandingan antarkabupaten dan provinsi dapat tetap terjaga. Dalam membangun suatu sistem pengelolaan informasi yang berguna untuk kebijakan pembangunan kesejahteraan daerah, perlu adanya komitmen daripemerintah daerah dalam penyediaan dana secara berkelanjutan.  Dengan adanya dana daerah untuk pengelolaan data dan informasi kemiskinan, pemerintah daerahdiharapkan dapat mengurangi pemborosan dana dalam pembangunan sebagai akibatdari kebijakan yang salah arah, dan sebaliknya membantu mempercepat prosespembangunan melalui kebijakan dan program yang lebih tepat dalam pembangunan.
Keuntungan yang diperoleh dari ketersediaan data dan informasi statistik tersebut bahkan bisa jauh lebih besar dari biaya yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan pengumpulan data tersebut. Selain itu, perlu adanya koordinasi dan kerjasama antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder), baik lokal maupunnasional atau internasional, agar penyaluran dana dan bantuan yang diberikan kemasyarakat miskin tepat sasaran dan tidak tumpang tindih.Ketersediaan informasi tidak selalu akan membantu dalam pengambilankeputusan apabila pengambil keputusan tersebut kurang memahami makna atau arti dari informasi itu.  Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan teknis dari  pemimpin  daerah dalam hal penggunaan informasi untuk manajemen.Sebagai wujud dari pemanfaatan informasi untuk proses pengambilankeputusan dalam kaitannya dengan pembangunan di daerah, diusulkan agardilakukan pemberdayaan pemerintah daerah, instansi terkait, perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam pemanfaatan informasi untuk kebijakan program.
Kegiatan ini dimaksudkan agar para pengambil keputusan, baik pemerintah daerah, dinas-dinas pemerintahan terkait, perguruan tinggi, dan para LSM, dapat menggali informasi yang tepat serta menggunakannya secara tepat untuk membuat kebijakan dan melaksanakan program pembangunan yang sesuai.Pemerintah daerah perlu membangun sistem pengelolaan informasi yangmenghasilkan segala bentuk informasi untuk keperluan pembuatan kebijakan dan pelaksanaan program pembangunan yang sesuai. Perlu pembentukan tim teknis yang dapat menyarankan dan melihat pengembangan sistem pengelolaan informasi yang spesifik daerah. Pembentukan tim teknis ini diharapkan mencakup pemerintah daerahdan instansi terkait, pihak perguruan tinggi, dan peneliti lokal maupun nasional, agar secara kontinu dapat dikembangkan sistem pengelolaan informasi yang spesifik daerah.
Berkaitan dengan hal tersebut, perlu disadari bahwa walaupun kebutuhan sistem pengumpulan data yang didesain, diadministrasikan, dianalisis, dan didanaipusat masih penting dan perlu dipertahankan, sudah saatnya dikembangkan pula mekanisme pengumpulan data untuk kebutuhan komunitas dan kabupaten. Mekanisme pengumpulan data ini harus berbiaya rendah, berkelanjutan, dapatdipercaya, dan mampu secara cepat merefleksikan keberagaman pola pertumbuhanekonomi dan pergerakan sosial budaya di antara komunitas pedesaan dan kota, sertakompromi ekologi yang meningkat.

B.         Sumber Daya manusia (SDM)
Sumber daya manusia (SDM)  merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM  Indonesia, yaitu :
Pertama, adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar  5,06  juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta (Didin S. Damanhuri, 2003).
Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %.  Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagaisektor ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi.
Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar  2,3 juta angkatan kerja  lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana seyogyanya perguruantinggi ikut bertanggung jawab. Fenomena penganguran sarjana merupakan kritik bagi perguruan tinggi,  karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim pendidikanyang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa. Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai.  Itusebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%,  hanya berasal dari pemanfaatan sumber daya  alam intensif  (hutan, dan hasil tambang),  arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung.
Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi global. Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk sector pendidikan  tidak lebih dari 12%  pada pemerintahan di era reformasi. Ini menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perpanjangan sistem kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional.

C.         Globalisasi dan Indonesia 2030
Abad ke-21 adalah abad milik Asia. Pada tahun 2050 separuh lebih produk nasional bruto dunia bakal dikuasai Asia. China, menggusur Amerika Serikat, akan menjadi pemain terkuat dunia, diikuti India di posisi ketiga. Lalu, apa peran dan dimana posisi Indonesia waktu itu?. China dan India dengan segala ekspansinya, berdasarkan sejumlah parameter saat  ini dan prediksi ke depan, sudah jelas adalah pemenang dalam medan pertarungan terbuka dunia di era globalisasi, di mana tidak ada lagi sekat-sekat bukan saja bagi pergerakan informasi, modal, barang, jasa, manusia, tetapi juga ideology dan nasionalisme negara.
Globalisasi ekonomi dan globalisasi korporasi juga memunculkan barisan korporasi dan  individu pemain global baru. Lima tahun  lalu, 51 dari 100  kekuatan ekonomi terbesar sudah bukan lagi ada di tangan negara atau teritori, tetapi di tangan korporasi. Pendapatan WalMart, jaringan perusahaan ritel AS, pada tahun 2001 sudah melampaui produk domestik bruto (PDB)  Indonesia sebagai negara. Penerimaan perusahaan minyak Royal Dutch Shell melampaui PDB Venezuela, salah satu anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang berpengaruh.
Pendapatan perusahaan mobil nomor satu dunia dari AS,  General Motor, kira-kira sama dengan kombinasi PDB tiga negara: Selandia Baru, Irlandia, dan Hongaria. Perusahaan transnasional (TNCs) terbesar dunia, General Electric, menguasai asset 647,483 miliar dollar AS atau hampir tiga kali lipat  PDB  Indonesia. Begitu besar kekuatan uang dan pengaruh yang dimiliki korporasi-korporasi ini sehingga mampu mengendalikan pengambilan keputusan di tingkat pemerintahan dan menentukan arah pergerakan perdagangan dan perekonomian global. Pada awal dekade 1990-an terdapat 37.000 TNCs dengan sekitar 170.000 perusahaan afiliasi yang tersebar di seluruh dunia. Tahun 2004 jumlah TNCs meningkat menjadi sekitar 70.000 dengan total afiliasi 690.000. Sekitar 75 persen TNCs ini berbasis di Amerika Utara, Eropa Barat, serta Jepang, dan 99 dari 100 TNCs terbesar juga dari negara maju.
Namun, belakangan pemain kelas dunia dari negara berkembang, terutama Asia, mulai menyembul di sana-sini. Dalam daftar 100 TNCs  nonfinansial terbesar dunia (dari sisi aset) versi World Investment Report 2005, ada nama seperti Hutchison Whampoa Limited  (urutan 16) dari Hongkong, Singtel Ltd (66) dari Singapura, Petronas (72) dari Malaysia,  dan Samsung (99) dari Korea Selatan. Sementara dalam daftar 50 TNCs finansial terbesar dunia, ada tiga wakil dari China,  yakni Industrial & Commercial Bank of China  (urutan 23), Bank of China(34), dan China Construction Bank (39).


1.     Lompatan besar
Menurut data United Nations Conference on Trade and Development, padatahun 2004 China adalah eksportir terbesar ketiga di dunia untuk barang(merchandise goods) dan kesembilan terbesar untuk jasa komersial, dengan pangsa 9dan 2,8 persen dari total ekspor dunia.Volume ekspor China mencapai 325 miliar dollar AS tahun 2002 dan tahunlalu 764 miliar dollar AS. Manufaktur menyumbang 39 persen PDB China. Output manufaktur China tahun 2003 adalah ketiga terbesar setelah AS dan Jepang. Disektor jasa, China yang terbesar kesembilan setelah AS, Jepang, Jerman, Inggris,Perancis, Italia, Kanada, dan Spanyol.Sementara India peringkat ke-20 eksportir merchandise goods (1,1 persen) danperingkat ke-22 untuk jasa komersial (1,5 persen).  
Produk nasional bruto (GNP)China tahun 2050 diperkirakan 175 persen dari GNP AS, sementara GNP Indiasudah akan menyamai AS dan menjadikannya perekonomian terbesar ketiga dunia,mengalahkan Uni Eropa dan Jepang. Ketika China  membuka diri pada dunia dua dekade lalu, orang hanya membayangkan potensi China sebagai pasar raksasa dengan lebih dari semiliar konsumen sehingga sangat menarik bagi perusahaan ritel dan manufaktur dunia.Belakangan, China bukan hanya menarik dan berkembang sebagai pasar, tetapi jugasebagai basis produksi berbagai produk manufaktur untuk memasok pasar global. China awal abad ke-21 ini seperti Inggris abad ke-19 lalu. China tidak berhenti hanya sampai di sini. Jika pada awal 1990-an hanya dipandang sebagai lokasi menarik untuk basis produksi produk padat karyasederhana, dewasa ini China membuktikan juga kompetitif dalam berbagai industry berteknologi maju.  Masuknya China dalam keanggotaan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) semakin melapangkan jalan bagi negeri Tirai Bambu ini untuk menjadi kekuatan yang semakin sulit ditandingi di pasar global. Di sektor padat karya, seperti tekstil dan pakaian jadi, diakhirinya rezim kuota di negara-negara maju membuat ekspor China  membanjiri pasar dunia dan membuat banyak industri tekstil dan pakaian jadi di sejumlah negara berkembang pesaing harus  tutup. Pangsa ekspor  pakaian dari China diperkirakan akan melonjak dari sekitar 17 persen dari total ekspor dunia saat ini menjadi 45 persen pada paruh kedua dekade ini.
Hal serupa terjadi pada produk-produk berteknologi tinggi.  Bagaimana China menginvasi dan  membanjiri pasar global dengan produk-produknya, dengan menggusur negara-negara pesaing, bisa dilihat dari data WTO berikut. Pangsa China di pasar elektronik AS meningkat dari 9,5 persen (tahun 1992)menjadi 21,8 persen (1999). Sementara pada saat yang sama, pangsa Singapura turundari 21,8 persen menjadi 13,4 persen. Kontribusi China terhadap produksi personalcomputer dunia naik dari 4 persen (1996) menjadi 21 persen (2000), sementara kontribusi ASEAN secara keseluruhan pada kurun waktu yang sama menciut dari 17 persen menjadi 6 persen.
Pangsa China terhadap total produksi hard disk dunia juga naik dari 1 persen(1996) menjadi 6 persen (2000), sementara  pangsa  ASEAN turun dari 83 persenmenjadi 77 persen. Pangsa China untuk produksi keyboard naik dari 18 persen(1996) menjadi 38 persen (2000), sementara pangsa ASEAN tergerus dari 57 persenmenjadi 42 persen.Semua gambaran itu jelas memperlihatkan China terus naik kelas, membuat lompatan besar dari waktu  ke  waktu, dan pada saat yang sama terus memperluas diversifikasi produk dan  pasarnya.

2.           Inovasi
Gerakan sapu bersih China di berbagai macam industry mulai dari yang berintensitas teknologi sangat sederhana hingga  intensitas teknologi dan nilai tambah sangat  tinggi ini semakin mempertegas posisi China sebagai the world’s factory memasuki abad ke-21. Namun, dalam banyak kasus, paket  kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk mendorong sektor swasta waktu itu cenderung reaktif dan tak koheren sertadiskriminatif karena sering kali tidak menyertakan kelompok atau sektor tertentu dar iprogram deregulasi. Jadi, tidak mendorong terjadinya persaingan yang sehat.Pengusaha tumbuh dan menggurita bukan karena ia efisien dan kompetitif,tetapi karena ia berhasil menguasai aset dan sumber daya ekonomi, akibat adanya  privelese atau KKN dengan penguasa.
Kini Indonesia terkesan semakin gamang menghadapi globalisasi, terutama ditengah tekanan sentimen nasionalisme di dalam negeri. Di pihak pemerintah sendiri, karena menganggap sudah sukses melaksanakan tahap pertama liberalisasi (first-order adjustment) ekonomi, pemerintah cenderung menganggap sepele tantangan yang menunggu di depan mata. Ini tercermin dari sikap taken for granted dan cenderung berpikir pendek.Padahal, tantangan akan semakin berat dan kompleks sejalan dengan semakindalamnya integrasi internasional. Belum jelas bagaimana perekonomian dan bangsa ini menghadapi kompetisi lebih besar yang tidak bisa lagi dibendung.

Jika China yang the world’s factory dan India yang kini menjadi surge outsourcing  IT dunia berebut  menjadi pusat   inovasi dunia, manufacture   hubungan, atau mimpi-mimpi lain, Indonesia sampai saat ini belum berani mencanangkan menjadi apa pun atau mengambil peran apa pun di masa depan.

Jika Indonesia sendiri tak mampu  memberdayakan dan menolong dirinya serta membiarkan diri tergilas arus globalisasi, selamanya  bangsa ini hanya akan menjadi tukang jahit dan buruh. Menurut seorang  paneliti, yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning, repositioning strategy, dan leadership. Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas,tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2030 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisabangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan berdaya sebagai pemenang dalam globalisasi.

D.         Dampak Globalisasi Ekonomi Dan Pengaruh Globalisasi Negatif & Positif Bagi Indonesia
Pengertian  globalisasi diambil dari kata global yang artinya universal.  Menurut wikipedia  pengertian globalisasi tidak atau belum mempunya definisi tetap dan mapan, globalisasi hanya merujuk pada definisi kerja (working definition), artinya  pengertian globalisasi bisa jadi sangat  luas cakupanya tergantung bagaimana pengguna menempatkan.  Ada sebagain yang berpendapat bahwa globalisasimerupakan proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akanmembawa seluruh bangsa dan negara berada dalam ikatan yang semakin kuat untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan baru atau kita bisa mengatikan kesatuan ko-eksistensi yang nantinya akan mengahpus batas-batas geografis, ekonomi dan budayamasyarakat.

Penertian ini didukung oleh pihak yang mendukung terjadinya sebuah evolusi sosial ekonomi dan budaya. Namun bagi pihak yang tidak sependapat menyebutkan bahwa globalisasi sebagai sebuah proyek rekayasa negara-negara adikuasa (kapitalis) untuk tetapmenjaga eksistensi dan pengaruhnya terhadap dunia terutama dunia ketiga. Stigmanegatif disematkan kepada globalisasi oleh para pendukung ide ini, globalisasi dipandang hanya evolusi dari kapitalisme dimana Negara-negara kaya akan mengontrol perokonomian dunia sedangkan negara negara kecil atau yang sering disebuk negara ketiga hanya dieksploitasi dan semakin terbenam karena tidak mempunyai daya saing.

a.           Dampak  Negatif
Salah satu tokoh yang berpendapat bahwa Globalisasi berdampak negatif adalah Dosen dari Universitas Ohio Elizabeth Fuller Collins. Collins menyebutkan bahwa dampak negatif globalisasi adalah bahwa kapitalisme pasar bebas yang bersanding manis dengan istilah ekonomi neoliberal  memperlakukan tenaga kerja, uang, tanah dan sumber alam sebagai faktor produksi semata atau komoditas yang diperjual belikan. Akibatnya, Suplay dan demand  dari tenaga kerja, uang, tanah dan sumber alam akan ditentukan dan menentukan harga di pasaran. Dampak langsung yang diakibatkan kondisi ini adalah krisis finansial, instabilitas politik, dan ancaman kelestarian lingkungan.
Penjelasan sederhana dari pernyataan diatas, jika tenaga kerja hanya dianggap sebagai faktor produksi maka karyawan tidak lebih dari mesin atau robot. Upah tenaga kerja akan ditekan serendah mungkin agar memberikan hasil maksimal dalam mengeruk keuntungan, faktor humanisme akan dikesampingkan dan tentu sasaran paling empuk untuk mensuplay tenaga kerja murah adalah negara berkembang atau negara miskin yang "terjebak" dengan iming-iming investasi dan perkembangan ekonomi semu. Pemilik modal akan meminta berbagai macam fasilitas seperti pengurangan pajak, pasokan tenaga kerja murah dan tentu juga ketersediaan sumberdaya alam dan demi investasi negara berkembang akan mengamini semua permintaan kapitalis akibatnya persis seperti yang terjadi di papua dengan freeport.
Setiap hari freeport menghasilkan 225 ribu ton bijih emas, bahkan reuters pernahmelansir 4 bos besar freeport menerima tidak kurang Rp. 126,3 M / bulan atau 1,5 T / tahun, bandingkan dengan APBD yang cuma ditargetkan 5,28 T. Apa yang diperoleh papua dari kapitalisasi freeport? kemiskinan, Kerusakan hutan dan AIDS, maka wajar jika kemudian globalisasi sebagai bentuk paling mutakhir dari kapitalisme dianggap mengakibatkan dampak negatif yang luar biasa.

b.          Dampak  Positif
Sebagaiman diyakini oleh pemerintah orde baru yang kemudian diadopsi sampai saat ini bahwa globalisasi adalah sebuah keharusan dan tidak bisa terelakan karena memang menjadi bagian dari proses perubahan sosial maka globalisasi akan berdampak  positif bagi pemilik modal atau yang memiliki kompetensi untuk bersaing. Globalisasi akan memberikan ruang dan pasar serta peluang usaha semakin luas dengan konsep bordeless maka kesempatan mengembangkan usaha akan semakin terbuka lebar, dengan catatan ini hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kompetensi.
Bagaimana dengan rakyat Indonesia yang sebagian besar tidak memiliki kompetensi? pada saat globalisasi berlaku penuh dengan hukum pasar yang banyak berperan sedangkan peran pemerintah semakin berkurang maka jangan harap berbagai macam subsidi dan bantuan - bantuan akan bisa dinikamati, tidak akan ada lagi kata mutiara cinta untuk rakyat, contoh kongkrit adalah pengahapusan subsidi BBM yang dilakukan agar asing bisa ikut bermain dalam bisnis BBM adalah bentuk nyata dari proses globalisasi, jangan heran jika suatu saat air juga diprivatisasi.




























BAB III

KESIMPULAN
Kata globalisasi dalam dekade terakhir ini tidak saja menjadi konsep ilmupengetahuan sosial dan ekonomi, tetapi juga telah menjadi jargon politik, ideology pemerintahan (rezim), dan hiasan bibir masyarakat awam di seluruh dunia.Teknologi informasi dan media elektronik dinilai sebagai simbol pelopor yang mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomidan keuangan (Saepudin, 2010). Globalisasi bukanlah sesuatu yang baru, semangat pencerahan eropa di abadpertengahan yang mendorong pencarian dunia baru bisa dikategorikan sebagai arus globalisasi. Revolusi industri dan transportasi di abad XVIII  juga merupakan pendorong tren globalisasi, yang membedakannya dengan arus globalisasi yang  terjadi dua-tiga dekade belakangan ini adalah kecepatan dan jangkauannya. Selanjutnya, interaksi dan transaksi antara individu dan negara-negara yang berbedaakan  menghasilkan konsekuensi politik, sosial, dan budaya pada tingkat danintensitas yang berbeda pula. Masuknya Indonesia dalam proses globalisasi pada saat ini ditandai oleh serangkaian kebijakan yang diarahkan untuk membuka ekonomi domestik dalam rangka memperluas serta  memperdalam integrasi dengan pasar internasional (Saepudin, 2010). Menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdayasaing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM  Indonesia, yaitu:P ertama adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka  ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta. Globalisasi ekonomi dan globalisasi korporasi memunculkan barisan korporasidan individu pemain global baru.  Kekuatan ekonomi terbesar sudah bukan lagi ada ditangan negara atau teritori, tetapi di tangan korporasi.globalisasi adalah sebuah keharusan dan tidak bisa terelakan karena memang menjadi bagian dari proses perubahan sosial maka globalisasi akan berdampak 



















DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, Didin S. 2003.
SDM Indonesia dalam Persaingan Global
.http://www.sinarharapan.co.id/berita/0306/13/opi01.html.http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/ekonomi/eko61.htmGusbud. 2010.
 Dampak Globalisasi Ekonomi Dan Pengaruh Globalisasi Negatif &Positif 
. http://www.gusbud.web.id/2010/01/dampak-globalisasi-ekonomi-dan-pengaruh.html/.Ritonga, Hamonangan. 2004.
 Mengapa Kemiskinan di Indonesia Menjadi Masalah Berkelanjutan?
. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0402/10/ekonomi/847162.htm.http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/ekonomi/Eko41.htm.Saepudin. 2010.
Pengaruh Globalisasi Ekonomi dan Hukum Ekonomi Internasionaldalam Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia
.http://saepudinonline.wordpress.com/2010/03/22/pengaruh-globalisasi-ekonomi-dan-hukum-ekonomi-internasional-dalam-pembangunan-hukum-ekonomi-indonesia/.Samhadi, Sri Hartati. 2006.
Globalisasi dan Indonesia 2030
.http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/20/sorotan/2658725.htm.http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/ekonomi/eko26.htm.
 (Sri Hartati Samhadi, 2006)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar